Tawakal atau tawakkul berarti
mewakilkan atau menyerahkan. Dalam agama Islam, tawakal berarti
berserah diri sepenuhnya kepada Allah dalam menghadapi atau menunggu hasil suatu pekerjaan,
atau menanti akibat dari suatu keadaan.
Imam al-Ghazali merumuskan definisi tawakkal sebagai berikut,
"Tawakkal ialah menyandarkan kepada Allah swt tatkala menghadapi suatu
kepentingan, bersandar kepadaNya dalam waktu kesukaran, teguh hati tatkala
ditimpa bencana disertai jiwa yang tenang dan hati yang tenteram.
Menurut Abu Zakaria Ansari, tawakkal ialah "keteguhan hati
dalam menyerahkan urusan kepada orang lain". Sifat yang demikian itu
terjadi sesudah timbul rasa percaya kepada orang yang diserahi urusan tadi.
Artinya, ia betul-betul mempunyai sifat amanah (tepercaya) terhadap apa yang
diamanatkan dan ia dapat memberikan rasa aman terhadap orang yang memberikan
amanat tersebut.
Tawakkal adalah suatu sikap mental seorang yang merupakan hasil
dari keyakinannya yang bulat kepada Allah, karena di dalam tauhid ia diajari
agar meyakini bahwa hanya Allah yang menciptakan segala-galanya, pengetahuanNya
Maha Luas, Dia yang menguasai dan mengatur alam semesta ini. Keyakinan inilah
yang mendorongnya untuk menyerahkan segala persoalannya kepada Allah. Hatinya
tenang dan tenteram serta tidak ada rasa curiga, karena Allah Maha Tahu dan
Maha Bijaksana.
Sementara orang, ada yang salah paham dalam melakukan tawakkal.
Dia enggan berusaha dan bekerja, tetapi hanya menunggu. Orang semacam ini
mempunyai pemikiran, tidak perlu belajar, jika Allah menghendaki pandai tentu
menjadi orang pandai. Atau tidak perlu bekerja, jika Allah menghendaki menjadi
orang kaya tentulah kaya, dan seterusnya.
Semua itu sama saja dengan seorang yang sedang lapar perutnya,
seklipun ada berbagai makanan, tetapi ia berpikir bahwa jika Allah menghendaki
ia kenyang, tentulah kenyang. Jika pendapat ini dpegang teguh pasti akan
menyengsarakan diri sendiri.
Menurut ajaran Islam, tawakkal itu adalah tumpuan terakhir dalam
suatu usaha atau perjuangan. Jadi arti tawakkal yang sebenarnya -- menurut
ajaran Islam -- ialah menyerah diri kepada Allah swt setelah berusaha keras
dalam berikhtiar dan bekerja sesuai dengan kemampuan dalam mengikuti sunnah
Allah yang Dia tetapkan
Misalnya, seseorang yang meletakkan sepeda di muka rumah, setelah
dikunci rapat, barulah ia bertawakkal. Pada zaman Rasulullah saw ada seorang
sahabat yang meninggalkan untanya tanpa diikat lebih dahulu. Ketika ditanya,
mengapa tidak diikat, ia menjawab, "Saya telah benar-benar bertawakkal
kepada Allah". Nabi saw yang tidak membenarkan jawaban tersebut berkata,
"Ikatlah dan setelah itu bolehlah engkau bertawakkal."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar